Banjir Bencana Yang Diundang?

Banjir Bencana Yang Diundang? Air merupakan kebutuhan dasar manusia, akan tetapi air juga bisa menjadi ancaman dan malapetaka bagi penghuni bumi ini. Bencana banjir telah menjadi agenda tahunan di Aceh, bahkan sebagian daerah telah mendesain konstruksi bangunan rumah siaga banjir. Di satu sisi bencana itu bagian dari takdir, akan tetapi dibalik itu ada alasan yang kuat kenapa Allah menurunkan bencana tersebut. 

Alasan yang bisa diukur tentunya ada hukum sebab-akibat dari setiap perbuatan manusia. Bencana banjir contohnya, tidak terlepas dari ulah manusia yang merusak tatanan sumber resapan air di muka bumi ini. Ada pendapat yang keliru dalam melihat sumber masalah dari banjir, untuk aspek lingkungan masyarakat cenderung kerap mempermasalahkan atas rusaknya kawasan hutan di daerah hulu. Masyarakat yang berada di daerah hulu tidak menjaga hutan, tidak merawat kawasan, dan dituduh sebagai pihak pengrusak hutan yang kemudian menghadiahkan banjir kepada masyarakat yang berada di daerah hilir. Kekeliruan terjadi karena masyarakat yang berada di daerah hilir sebagai penerima dampak dari setiap banjir tidak sadar memiliki tugas yang sama dengan masyarakat yang ada di hulu. Masyarakat yang ada di hilir juga harus menjaga daerah hilir dengan cara merawat kawasan endapan air, tidak merusak rawa, tidak mengalih-fungsikan kawasan gambut, menjaga kebersihan, dan merawat saluran-saluran pembuangan air.


Terlepas dari dua perdebatan tersebut, bencana banjir terjadi karena kita sendiri yang mengundangnya. Seberapa besar kawasan hutan yang sudah dialih-fungsikan sebagai kawasan perkebunan sawit, berapa besar kawasan hutan yang sudah tereksploitasi sebagai kawasan pertambangan, dan seberapa besar kawasan sungai yang sudah rusak akibat aktivitas galian C dan sebagainya. Yang seharusnya kawasan-kawasan tersebut merupakan daerah resapan air.

Dalam kasus diatas, siapa yang perlu dipersalahkan, kita atau pemerintah? Tentu pemerintah yang harus bertanggungjawab dari kondisi tersebut. Karena pemerintah memiliki kewenangan dalam mengendalikan semua prilaku buruk diatas. Pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mampu meminimalisir kondisi diatas, bukan justru mendukung upaya eksploitasi yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sebaliknya, masyarakat sudah cukup jera dengan kondisi bencana musiman. Kerugian masyarakat dengan kondisi diatas tidak bisa diperhitungkan, rumah rusak, harta benda hilang, ternak mati, lahan pertanian gagal panen, dan sejumlah kerugian lainnya yang harus ditanggung sendiri. 

Kerugian diatas tidak bisa ditebus dengan bantuan sarimie, telor, atau bentuk barang lainnya yang merupakan bagian dari respon pemerintah. Negara juga dirugikan, berapa banyak jumlah fasilitas dan sarana publik yang hancur, berapa besar anggaran negara yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki itu? Terkadang bagi pemerintah melihat bencana ini sebagai "lahan basah" untuk meraup keuntungan dari program pembangunan. Kenapa tidak pemerintah berpikir, apa yang menjadi persoalan mendasar dari setiap bencana banjir. Apakah karena ada kekosongan hukum, apakah karena tidak mampu dijalankan aturan, atau kerena mendesain pembangunan yang belum tepat sasaran. Besarnya alokasi anggaran pada badan penanggulangan bencana bukanlah sebuah bentuk keberhasilan, akan tetapi sebuah indikator tingginya angka bencana di Aceh. 

Pemerintah pernah berpikir tidak, untuk meminta pertanggungjawaban kepada setiap pelaku usaha yang menguasai kawasan, pelaku usaha galian C, atau para penambang illegal yang menjamur di Aceh. Mereka seharusnya juga ikut bertanggungjawab dalam kondisi ini, karena secara langsung atau tidak langsung mereka cukup berperan aktif dalam mengundang banjir di Aceh.

Pertanyaan kemudian, sampai kapan masyarakat Aceh terbebas dari bencana banjir. Tidak hanya kita, pemerintah sendiri tidak akan mampu menjawab pertanyaan itu. Buktinya, berapa besar alokasi anggaran untuk program pencegahan banjir?.

Banjir merupakan bencana yang di undang, disaat debit air terus bertambah dan daya resap atau daya tampung tidak seimbang, maka air akan meluap kepemukiman penduduk, bencana banjir terjadi. Sudah saatnya semua pihak sadar dan memiliki kepedulian dalam menjaga lingkungan di Aceh. Merawat hutan, menanam pohon, membersihkan sungai dan saluran, menjaga daerah endapan dan resapan air, merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah bencana banjir.[]

Artikel terkait:

Air "Nafas" Manusia