Perang Tim Sukses

Perang Tim Sukses. Khusus Aceh, Tahun 2016 sebagai penentu menghadapi perang politik Pilkada 2017 untuk merebut kursi no satu, baik sebagai Gubernur atau Bupati/Walkot. Beragam strategi oleh calon mulai digencarkan, mendirikan beragam forum, komunitas, relawan, sahabat ini-itu sebagai langkah awal menyiapkan amunisi menghadapi "perang" di tahun 2017.

Semua itu nama lain dari tim sukses, sebuah tim yang memiliki mandat untuk mempengaruhi masyarakat untuk memilih calon yang dijagokan. Berbekal mandat tersebut, tidak hanya berperang di dunia nyata, di dunia maya-pun saban hari terlintas "iklan-iklan" kelebihan calon yang di idolakan. Tidak sedikit juga mendiskusikan sejumlah kelemahan lawan. Dan sang calon sebagai pemberi mandat saban hari mengikuti perkembangan diskusi, debat, dan beragam komentar yang terlintas dalam media kampanye yang tergolong gratis tersebut. Sekali-kali membalas komentar positif yang dianggap subtantif dalam menjawab pertanyataan-pertanyaan serius di dunia maya itu.


Tim sukses direkut dari orang-orang kepercayaan calon, terstruktur dan sistematis sampai terbentuk sebuah tim ditingkat akar rumput (desa). Beragam kepentingan-pun terjadi, ada yang hanya sebatas mendukung calon secara suka rela, karena berlatar sahabat, berlatar famili, berlatar orang satu daerah, berlatar karena sebuah kepentingan pada saat calon terpilih nanti, ya.. kasarnya akan mendapatkan sejumlah proyek. Dinamika kemudian, paska calon tidak terpilih akan dikucilkan oleh tim sendiri, dan jika calonnya terpilih maka akan mendapat sejumlah perioritas program buat tim tersebut. Parahnya, jika kepentingan itu tidak terwujud, maka klem ini-itu kepada calon yang terpilih akan terjadi.

Pertarungan politik tim sukses-pun terjadi beragam dalam mendukung calon idolanya, tim sukses yang berada di struktur tertinggi akan "bermain" lebih sehat, dan sebaliknya tim sukses yang berada diakar rumput umumnya "bermain" tidak sehat. Banyak catatan hitam pemilu atau pilkada yang menjadi bukti seringnya terjadi cacat demokrasi ditingkat bawah. Intimidasi, pemaksaan, pengrusakan, pembakaran, sudah menjadi agenda rutin menjelang pesta demokrasi di Aceh, dan umumnya dilakukan oleh kelompok pendukung di tingkat bawah.

Kondisi diatas sudah sepatutnya menjadi perhatian serius semua pihak, masyarakat, aparat penegak hukum, pemerintah, dan bahkan calon itu sendiri. Dimana pendidikan politik kepada semua jenjang tim sukses penting dilakukan, pendidikan politik sehat bukan dalam bentuk provokasi atau strategi adu domba terhadap tim sukses lain. 

Disisi lain, masyarakat yang berada diluar struktur tim sukses harus lebih selektif dalam menerima informasi-informasi tertentu dari tim sukses. Kenapa! karena berawal dari informasi yang keliru berdampak pada sebuah sikap dalam memposisikan diri untuk memilih. Tidak sedikit, karena informasi yang salah, kemudian masyarakat terpengaruh untuk melakukan aksi-aksi anarkis dalam mendukung sebuah calon.

Sebuah impian dan harapan, Pilkada 2017 akan berlangsung secara damai dan aman, tanpa ada berita tentang pembakaran posko, pengrusakan atribut kampanye, intimidasi pemilih, permainan suara oleh penyelenggara, dan sejumlah kampanye hitam yang menjadi beragam fitnah.

Dan khusus untuk calon agar lebih selektif dalam merekut tim sukses, karena tidak menutup kemungkinan tim sukses juga ikut "bermain" mendukung calon lain, dengan memanfaatkan sejumlah logistik dan modal dari anda. Karena kondisi tersebut sudah menjadi fenomena alam, calon memiliki tim sukses 10 ribu orang, namun hasil pemilihan hanya mendapatkan 1000 suara. 

Mulai dari sekarang, mari bagi semua tim sukses untuk melakukan "perang" sehat dalam mengkampanyekan calon idolanya. Jangan menyebarkan fitnah atau kampanye hitam untuk calon-calon tertentu. []

Artikel terkait:

Aceh Butuh Pemimpin Yang Cinta Lingkungan

Jika Tualang Jadi Gubernur Aceh