Jejak Tapak Penuh Darah

Jejak Tapak Penuh Darah. Ilustrasi sebuah kehidupan, yang ditakdirkan untuk terus melangkah mencari tujuan, itulah manusia. Hidup sebuah perjuangan, dihadapkan dengan beragam pilihan; tetap digarda terdepan sebagai pejuang, menjadi sekutu penjajah, akan rela mati di medan tempur sebelum kemenangan terjadi. Permasalahan merupakan dinamika dalam kehidupan, tidak sedikit kemudian orang-orang menyerah dan pasrah dengan kondisi yang terskenariokan sebagai adegan kehidupan.

Tidak sedikit pula orang teguh dan berdiri tegap pada sebuah sikap dan pendirian, meskipun bukan pejuang dalam sebuah peperangan nyata, namun mereka bagian dari orang-orang yang memiliki prinsip dan kepribadian dalam melawan skenario kehidupan, dan yakin kemenangan itu ada. Mereka mampu bertahan saat dihadapkan beragam pilihan, tetap pada tujuan, kepentingan umum hal mutlak yang diutamakan, meskipun dilain sisi harus menjadi "pengemis" untuk memenuhi tuntutan orang-orang yang bergantung harap padanya. Orang-orang yang dicintai, orang-orang yang menjadi penerus perjuangan hidup.

Lentik jemari merangkai naskah perubahan seakan tidak terasa kucuran darah ditelapak kaki terus mengalir. Sebuah rutinitas bagian dari tanggungjawab dengan tapak terus melangkah, meskipun tiba masanya pergantian mentari duduk terpaku mengharap doa terkabulkan demi sebuah senyum yang selalu menunggunya. Ada benarnya, Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut yang hanya berisi harapan dan hayalan, tapi tidak tahu kapan semua itu terwujud. Dia tetap teguh pada sikap kemenangan itu pasti akan datang, si-A membatu si-B jangan berharap si-B yang akan membantu si-A, tapi yakinlah masih ada si-Z yang tidak pernah kita sangka akan membantu kita.

Tidak hanya darah yang keluar dari telapak kaki disaat melangkah, terkadang air mata juga menjadi pembuka cerahnya pagi. Darah dan air mata terkadang terlupakan disaat melihat senyuman dan kecupan dari mereka sebagai pelengkap hidupnya. Api-api terkadang tidak mampu menyala, permintaan terkadang menjadi mimpi tidak tahu kapan terjadi, sebuah permen terkadang ibarat emas yang tidak mampu terbelikan.

Mereka tidak pernah mengeluh, mereka sadar sebuah kemewahan pernah terjadi, apa yang menjadi keinginan selalu terpenuhi, dan emaspun ibarat permen yang mudah terbeli. Jejak tapak penuh darah menjadi bukti untuk sebuah sikap, sebuah kepribadian sebagai karakter diri, dan sebuah ideologi yang tertanam dalam hati, demi hijaunya bumi ini. 

Tidak mengeluh dan tidak berharap kapan tersiarnya berita kemenangan, setiap tapak yang penuh darah terus dilawan untuk sebuah keseimbangan tujuan dalam medan tempur kehidupan. Tidak terpikirkan adanya senjata mesin, pedang, pisau, dan bahkan bambu runcing karena sudah habis tergadaikan untuk mempertahankan benteng pertahanan. Kekuatan yang tersisa hanyalah sebuah semangat dan senyum untuk bertarung melawan senjata mesin dan sombongnya teknologi di depan mata.

Jejak tapak penuh darah seakan tidak beralas, dipaksakan melangkah diatas tajamnya duri sepanjang jalan. Sebuah jalan yang diapit oleh tingginya gunung beton, ramainya ropot berjalan, dan dihiasi bunga-bunga modernisasi. Ada harap dibalik senyum yang pasrah dengan kondisi, namun harap itu tertutupi oleh kasih sayang dan kokoh pondasi kehidupan yang tertananam. Meskipun disisi lain mencoba mengintip lewat celah tembok kehidupan untuk menikmati indahnya dunia ini, tapi itu saat ini tetap bagian dari mimpi yang belum terbelikan.

Inilah nasib pendekar yang tidak ingin menjadi bagian dari sekutu penjajah, tidak ingin sikap dan kepribadian tergadaikan, atau atas alasan lain yang membuat terus bertahan karena sebuah naskah pembuka dihalam pertama rantai perjalanan. Belum terpikirkan untuk ingkar, dan belum juga tersirat niat bunuh diri ibarat pendekar samurai jika kekalahan terjadi. Akan tetapi masih pada pondasi sebagai pahlawan membawa kemenangan untuk senyuman mereka.

Mengibarkan bendera putih bukan pilihan, dan bukan karakter seorang pendekar, bendera kemenangan adalah tujuan, meskipun teriakan keras menjadi senjata terakhir. Tapi sampai kapan bendera itu berkibar, bendera kemenangan yang membuat mata bebas memandang, membuat keinginan mudah tercapai, dan membuat mimpi yang tertunda terkabulkan? Mereka bertanya! dan mereka bercerita, piring dan gelas menjadi saksi dari cerita itu, pendekar menjawab penuh dengan cinta.[]

Artikel lain:

Kisah Cinta Berujung Maut

Illegal Logging Pekerjaanku

Ditemukan Bongkahan Emas Berbentuk Manusia

Banjir Membawa Berkah

Banjir Vs Sawit

Biadab Lelaki Perkosa Alam