Saat ini baru terdapat 4 (empat) aturan hukum yang
mewajibkan perusahaan tertentu melaksanakan aktivitas CSR atau tanggungjawab
sosial dan lingkungan, serta satu panduan (guidance) internasional
mengenai tanggungjawab berkelanjutan (sustainability responsibility),diantaranya:
Pertama, bagi Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) wajib melaknasakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
sesuai dengan Peraturan Menteri
Negara BUMN: Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program
Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan,
adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi
tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.
Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang
selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi
sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program
Bina Lingkungan, meliputi: bantuan korban bencana alam; bantuan pendidikan dan/atau
pelatihan;bantuan peningkatan kesehatan; bantuan pengembangan prasarana
dan/atau sarana umum;bantuan
sarana ibadah; dan bantuan pelestarian alam.
Kedua, Peraturan
bagi Perseroan Terbatas (PT) yang mengelola Sumber Daya Alam (SDA)
diwajibkan melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan, karena telah
diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Dimana dalam pasal 74 diatur
bahwa : (1)Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, (2)Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, (3) Perseroan yang
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Ketiga, bagi penanaman modal
asing, diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, daalam Pasal 15 (b) dinyatakan
bahwa "Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan". Sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau
perseorangan yang melanggar peraturan, diatur dalam Pasal 34, yaitu berupa
sanksi administratif dan sanksi lainnya, meliputi: (a). Peringatan
tertulis; (b). pembatasan kegiatan usaha; (c). pembekuan kegiatan usaha
dan/atau fasilitas penanaman modal; atau (d). pencabutan kegiatan
usaha dan/atau fasilitas penanaman modal
Keempat, bagi perusahaan
pengelola minyak dan gas bumi,
terikat oleh Undang-undang
No 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 13 ayat 3 (p), menyebutkan
bahwa: ”Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu : (p).
pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”. Jadi
berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya terkait
Minyak dan Gas Bumi baik pengelola eksplorasi maupun distribusi, wajib
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak masyarakat
adat yang berada di sekitar perusahaan.
Kelima, ISO 26000, merupakan standar
internasional dalam bidang Corporate Social Responsibility. Di
dasarkan pada Pemahaman bahwa Sosial Responsibility sangat
penting bagi keberlanjutan usaha. Fokus ISO adalah tata kelola
organisasi, Hak
Asasi manusia (HAM),ketenagakerjaan, lingkungan, fair
operating /praktek operasi yang adil, isu konsumen dan Pengembangan
masyarakat. ISO sendiri bertujuan membantu
berbagai bentuk organisasi dalam pelaksanaan social responsibility. Dengan
cara memberikan pedoman praktis, serta memperluas pemahaman
publik terhadap social responsibility.
Jika dilihat dari peraturan
diatas, urusan terkait dengan CSR merupakan domain pemerintah pusat, karena
baik Peraturan Menteri BUMN, Undang-Undang PT, Undang-Undang PMA, Undang-Undang
Minyak dan Gas Bumi dibuat oleh DPR bersama Pemerintah Pusat. Sedangkan
peran pemerintah daerah adalah melakukan monitoring dengan perangkat Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan dan Sosial (Amdalsos) dan mengkaji sejauhmana perusahaan
mampu memberikan manfaatnya kepada stakeholder dalam hal ini
masyarakat setempat. Pemda tidak berkewenangan dalam mengatur CSR yang
merupakan urusan program perusahaan terlebih masalah pengelolaan dananya,
kecuali menjalin kerjasama antarstakeholder didasarkan pada program
dan skala prioritas yang sama terkait upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
setempat.[]
Baca juga: Curhat Satwa Aceh