Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia
oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit
kelapa sawit yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun
Raya Bogor. Tanaman Kelapa Sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara
komersial pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hallet,
seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah dari
tahun ke tahun. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur
Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Hingga
tahun 2015 perkebunan sawit di Indonesia sudah mencapai 11,44 juta hektar,
namun Aceh saat ini berada diposisi kesembilan luas perkebunan sawit tingkat
nasional. Akan tetapi, dalam konteks Aceh ekspansi perkebunan sawit terus
bertambah dan sudah mencapai pada angka 393.270 ha di tahun 2014 atau sekitar
39,43% penguasahaan lahan dari komoditas lainnya.
Dari jumlah tersebut, Kabupaten Nagan Raya menempati
urutan pertama penguasaan lahan untuk perkebunan sawit seluas 82.252 ha
(20,91%), kemudian disusul Kabupaten Aceh Timur 60.592 ha (15,41%), dan
Kabupaten Aceh Singkil 55.441 ha (14,10%). Total produksi sawit di Aceh (2008 –
2013) sudah mencapai 10.939.270 ton, dan selama periode tersebut puncak
kejayaan berada pada tahun 2012 dengan produksi 5.070.556 ton, atau 3.081.880
ton lebih besar dibandingkan total produksi pada tahun 2013 hanya 1.988.676 ton
(BKM 2015).
Salah satu tujuan dari penyelenggaraan perkebunan
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dengan
mengedepankan azas fungsi lingkungan hidup. Meskipun kemudian pencapaian tujuan
tersebut tidaklah menjadi beban mutlak pada sektor perkebunan kelapa sawit
semata, juga menjadi beban menyeluruh terhadap penyelenggaran perkebunan secara
umum. Akan tetapi, untuk konteks Aceh pencapaian tujuan dimaksud harus menjadi
fokus utama dari penyelenggaran perkebunan kelapa sawit. Kenapa? Karena secara
penguasaan lahan, komoditas kelapa sawit menduduki peringkat pertama dalam
sektor perkebunan di Aceh mencapai 39,43%. Dibandingkan dengan komoditas karet
15,29%, kopi 12,28%, kelapa 10,34%, kakou 10,34%, kemudian 7,04% untuk komoditas
pala, kemiri, cengkeh, dan tebu. Walhi Aceh mencatat penguasaan ruang/kawasan
untuk sektor perkebunan mencapai 1.195.528 ha, terdiri dari perkebunan besar
385.435 ha dan perkebunan rakyat 810.093 ha (Rekam Jejak Pengelolaan Lingkungan
Hidup 2015). Baca juga Sejarah Kelapa Sawit