Kenapa Harus Sawit?



Hingga tahun 2015 perkebunan sawit di Indonesia sudah mencapai 11,44 juta hektar, namun Aceh saat ini berada diposisi kesembilan luas perkebunan sawit tingkat nasional. Akan tetapi, dalam konteks Aceh ekspansi perkebunan sawit terus bertambah dan sudah mencapai pada angka 393.270 ha di tahun 2014 atau sekitar 39,43% penguasahaan lahan dari komoditas lainnya.


Dari jumlah tersebut, Kabupaten Nagan Raya menempati urutan pertama penguasaan lahan untuk perkebunan sawit seluas 82.252 ha (20,91%), kemudian disusul Kabupaten Aceh Timur 60.592 ha (15,41%), dan Kabupaten Aceh Singkil 55.441 ha (14,10%). Total produksi sawit di Aceh (2008 – 2013) sudah mencapai 10.939.270 ton, dan selama periode tersebut puncak kejayaan berada pada tahun 2012 dengan produksi 5.070.556 ton, atau 3.081.880 ton lebih besar dibandingkan total produksi pada tahun 2013 hanya 1.988.676 ton (BKM 2015). Baca Juga Masalah Kelapa Sawit



Itu kondisi terkini perkebunan kelapa sawit di Aceh, namun pertanyaan kemudian kenapa mesti kelapa sawit? kenapa tidak dikembangkan komoditas lain? Seperti kelapa, lada, cengkeh, pala, pinang, kako, kopi atau jenis – jenis lain. Bila dihadapkan dengan fakta yang terjadi dilapangan, pembukaan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit justru menuai sejumlah kasus dan protes dari warga. Kasus hilangnya desa Kuala Seumanyam, kasus Rapala, Kasus Nafasindo di Aceh Singkil, Kasus PT. Syaukat di Bireuen, merupakan contoh kasus yang terjadi di Aceh.

Seharusnya pemerintah mulai berpikir dan mengambil pelajaran dari kasus – kasus tersebut. Sudah saatnya fokus pada pengembangan komoditas lain, saat ini peruntukan lahan untuk kelapa hanya seluas 103.119 ha, lada 861 ha, pala 21.103 ha, pinang 38.053 ha. Pengembangan komoditas tersebut dianggap lebih efektif dan tidak terlalu berdampak pada keberlangsungan lingkungan hidup jika dibandingkan dengan kelapa sawit. Dan yang terpenting adalah masyarakat merasa lebih akrab dengan tumbuhan itu, karena Aceh sendiri pernah berjaya dengan hasil komoditas tersebut.[]